Jumat, 05 September 2014

Iman kita yang berbeda ^cerpen^ (owner ayu)

TITLE : Iman Kita Yang Berbeda
AUTHOR : Ayu Lestari Marbun Lb
CAST : Callysta Tabitha Caroline
             Dicky M Prasetya
             Dennis Deven Stevanus
GENRE : Romantic, sad

Maaf kalo ada kesalahan ketik, like dan comment diwajibkan yaa. Jangan jadi pembaca diam-diam. Berani baca berani like!

C
H
E
K

T
H
I
S


O
U
T

AUTHOR POV

Terlihat wanita cantik sedang gelisah menunggu seseorang di sebuah kafe yaitu Cafetaria salah satu kafe di jakarta. Wajahnya yang tidak dihiasi senyum, sepertinya tampak bahwa dia sudah menunggu lama.

“callysta, maaf aku lama.” Ucap seorang laki-laki yang datang sambil mengatur nafasnya.

“dicky kau telat lagi!” ucap callysta pada seorang laki-laki itu yang bernama dicky.

“aku minta maaf, jangan cemberut seperti itu sayang.” Kata dicky.

“kau tidak tau, aku sudah menunggumu setengah jam. Kau tau kan aku sangat membenci menunggu? Tapi kau selalu saja membuatku menunggu, kau bilang kau akan sampai disini jam /8. Nyatanya apa? Jam 8 kau baru sampai. aku diam-diam kesini  jika ayah tau aku keluar malam, bagaimana nanti? Kau tidak bisa on time! Kau tidak tau sekarang hari apa?” tanya callysta kesal.

“maaf sekali lagi. Aku tidak lupa hari ini, hari ini anniversary kita satu tahun. Aku pun tidak ingin tidak tepat waktu, tapi tadi di kantor ada masalah sedikit. Aku sudah lari-lari kesini, jangan marah seperti itu.” Jawab dicky.

“alasanmu pasti kalau tidak macet ada masalah atau urusan di kantor.” Ujar callysta cuek.

“sungguh memang kenyataannya seperti itu. Jangan berpikir yang tidak-tidak callysta.” Ujar dicky.

Callysta tidak menjawab karna ia sudah terlalu kesal.

“jangan marah, kau tau aku banting tulang bekerja untuk menabung untuk masa depan kau dan aku. Aku selalu mengejar target agar satu tahun anniversary ini, aku memberikan sesuatu untuk masa depan kita nanti.” Ujar dicky.

“maksudnya?” tanya callysta.

“aku membeli rumah untuk kita nanti, mungkin tidak terlalu besar namun kalau ada rezeki aku akan membangunnya lagi.” Jawab dicky sambil menunjukkan kunci rumah yang baru dibelinya.

“kenapa kau lakukan itu tanpa sepengetahuanku?” tanya callysta.

“kalau aku beritahu kau, pasti kau akan membantuku untuk membeli rumah itu.” Jawab dicky.

“se serius itu kah kau denganku?” tanya callysta.

“tentu, aku sangat mencintaimu. Hanya kau yang kupunya saat ini, ayah dan ibuku sudah tidak ada lagi dan kaulah yang paling berharga yang kumiliki saat ini. Aku ingin kau segera menjadi istriku.” Jawab dicky.

“terimakasih, maaf aku tidak memahamimu.” Ucap callysta.

“tidak, kau selalu memahamiku. Karna perhatian dan kepahamanmu tentang diriku yang semakin membuatku mencintaimu.” Ujar dicky.

“kau memang bisa saja.” Ucap callysta.

“besok kita lihat rumahnya? Aku kan besok libur kerja.” Kata dicky.

“baiklah.” Ucap callysta.

“sekarang kita pesan makanan.” Ucap dicky.

CALLYSTA POV

Bagaimana bisa kau memikirkan itu terlalu jauh? Bahkan kau bersusah payah membeli rumah yang kau katakan untuk kehidupan bersama kita nanti? Apa ini mungkin Tuhan? Ayah yang akan menentang hubungan terlarang ini, ayah memang tidak galak namun aku rasa untuk hubungan perbedaan keyakinan ini ia akan menentang habis-habisan. Keyakinanku dan dia yang menjadi permasalahannya, aku tidak menyangka dia memikirkan ini terlalu jauh. Apa yang harus aku lakukan Tuhan. Aku tidak sanggup mengakhiri ini, karna aku pun sangat mencintainya. Hubungan yang diam-diam seperti ini, mengapa menjadi terlalu jauh?

****

Selesai aku makan dengan dicky, aku berjalan pulang bersamanya. Aku harap sampai di rumah ayah sudah tidur.

“bagaimana nanti kalau ayahmu tau?” tanya dicky. Yang masi serius mengendarai motornya.

“entahlah, aku pun bingung. Aku harap ayah sudah tidur.” Jawabku.

“semoga saja.” Ucap dicky.

‘iya.” ucapku.

Kueratkan lagi tanganku yang melingkar di perutnya.

Tidak terasa aku sudah sampai, rasanya tidak puas dan masi ingin melepas rindu dengannya.

AUTHOR POV

“terimakasih hari ini. Kau hati-hati di jalan.” Kata callysta.

“iya pasti. Besok aku menunggumu di taman biasa jam 10 pagi. Ok!” ujar dicky.

“ok! Pulang sana, aku takut ayah tau.” Ucapku.

“dekatkan keningmu!” ucap dicky.

Callysta hanya menuruti, karna memang sudah biasa sebelum berpisah pulang dicky selalu mencium kening callysta.

“aku pulang ya.” Ucap dicky.

“iya, dadah.” Ucap callysta.

Tanpa sepengetahuan mereka, sedari tadi Frans, ayah callysta memperhatikan mereka.

“untung aku bawa kunci cadangan.” Ucap callysta sambil mengendap-endap masuk ke dalam.

Tekkk…

Lampu dinyalakan tiba-tiba. Callysta sontak terkaget.

“ayah?” ucap callysta.

“dari mana saja? Tidak bilang ayah keluar malam.” Ujar  frans.

“emmm…emmm… ayah belum  tidur?” callysta mengalihkan pembicaraan.

“jangan mengalihkan pembicaraan! Jawab ayah!” ujar frans.

“i..itu ayah,  tadi em aku ada keperluan mendadak.” Jawab callysta berbohong.

“jangan berbohong pada ayah. Siapa laki-laki tadi?” tanya frans.

“laki-laki tadi? Emm dia temanku.” Jawab callysta.

“teman? Kenapa harus mencium kening segala?” tanya frans menyelidik.

Callysta menunduk karna tidak tau harus menjawab apa lagi.

“ayah tidak menyangka, kau tega berbohong pada ayah.” Ujar frans.

“ayah, maaf.” Ucap callysta.

“dia pacarmu? Apa agamanya?” tanya frans.

Callysta lagi-lagi hanya menunduk, takut untuk mengatakan yang sebenarnya.

“jawab ayah! Jangan buat ayah marah!” kata frans.

“dia tidak satu iman denganku.” Jawab callysta pelan.

“tebakan ayah tidak salah. Pantas kau diam-diam pergi menemuinya, jika dia satu iman dengan kau. Kau pasti akan mengenalkan kepada ayah.” Ujar frans.

“ayah, dia berbeda. Dia baik, aku sangat mencintainya.” Kata callysta.

“selama ini ayah tidak pernah melarangmu memilih laki-laki yang kau suka, namun kau sudah janji akan satu iman dengan kau? Kau lebih mencintainya atau agamamu? Kau yang bilang cintamu pada Tuhan melebihi dari manusia?” tanya frans emosi.

“ayah tidak mengerti yang aku alami saat ini. Aku masi ingat janjiku dengan Tuhan, dari kecil aku sudah berjanji setia sampai mati dengan Tuhan, tetap berada di agama Kristen sampai selamanya. Aku mencintai agamaku, sama seperti dia yang mencintai agamanya islam. Aku tidak pernah menginginkan ini, awalnya aku hanya mengisi ke kosongan hariku semata namun, sekarang aku terlalu jatuh terlalu dalam ayah.” Jawab callysta dengan tetesan air mata.

“ayah mengerti perasaanmu, ini semua bukan salah callysta. Namun ayah mohon, akhiri secepatnya hubunganmu dengan dia. Ayah akan menjodohkanmu dengan dennis anak teman ayah. Selama ini ayah membiarkanmu memilih sesuka hatimu, tapi kau tidak cukup bisa mencari jodoh yang tepat denganmu.” Ujar frans.

“ayah, aku sudah besar! Tidak perlu ayah jodohkan aku dengan siapapun. Ayah bohong mengerti perasaan callysta, nyatanya ayah tidak mengerti!” ujar callysta keras, lalu pergi ke kamarnya.

“callysta, dengarkan ayah dulu!” teriak frans.

Namun callysta tidak memerdulikan ayahnya.

“Tuhan, kenapa anakku menjadi seperti ini.” Gumam frans kecewa.

****

CALLYSTA POV

Apa yang harus aku lakukan Tuhan? Aku sangat mencintainya. Kenapa iman kami harus berbeda? Bagaimana aku harus mengakhiri ini? Membuatnya kecewa, yang jelas-jelas sangat mencintaiku. Tuhan aku memang mencintaiMu melebihi dicky, namun aku tidak mengerti kenapa harus seperti ini. Satu tahun aku jalani dengan kebahagiaan bersamanya, namun haruskah aku mengakhiri ini semua? Harapan dan kerja kerasnya demi bersamaku. Tuhan hatiku sesak, mulutku tidak bisa mengatakan semuanya kepada dicky. Dia terlalu baik dan menyayangiku. Dia tidak pernah membuatku menyesal pernah bersamanya. Apa takdir bisa mengubah semuanya? Membuat dicky menjadi satu iman denganku. Namun semua tidak mungkin. Dia terlalu mencintai agamanya sama sepertiku.


****

Aku bergegas untuk menemui dicky, melihat rumah yang akan kami tempati bersama. Aku tidak peduli dengan yang terjadi tadi malam, biarkan saja Tuhan yang mengakhiri hubungan ini tanpa harus aku menyakitinya.

Aku berjalan keluar kamar, ku dapati ayah yang sedang mengopi sambil membaca Koran.
Aku terus berjalan seakan tidak peduli dengan apa yang kulihat.

“callysta, duduk sebentar sebelum kau pergi menemui laki-laki itu! Ayah ingin bicara sebentar.” Ujar ayah. Entah tau dari mana ayah bisa tau aku ingin menemui dicky.

“tidak ada yang dibicarakan lagi ayah. Aku tidak mau mengakhiri ini.” Jawabku.

“duduklah sebentar. Ayah mohon sebentar saja.”  Kata ayah.

Aku tidak tega karna ayah sudah memohon, aku duduk seperti perintah ayah.

“kau ingin menemuinya kan?” tanya ayah.

“iya.” jawabku.

“huh.. apa kau sudah memahami pembicaraan ayah kemarin?” tanya ayah.

“apa yang harus dipahami ayah? Semua tidak perlu aku pahami. Ayah tenang saja, aku tidak akan berpaling dari Tuhan. Aku tetap mencintaiNya melebihi apapun. Namun biarkan Tuhan sendiri yang mengakhiri tanpa perlu aku menyakiti orang yang kucinta.” Jawab callysta.

“jujur ayah kecewa mendapati kau seperti ini. Dulu waktu kau berumur 3 tahun dan bundamu pergi menghadap Tuhan, ayah bekerja keras sendiri menghidupimu dan membesarkanmu. Ayah selalu menuruti apa yang kau minta, walaupun terkadang menentang keinginan ayah. Itu karna bagi ayah kaulah satu-satunya yang ayah miliki di dunia ini. Ayah biarkan ayah sendiri menjagamu, tidak berniat mencari wanita pendamping karna ayah takut kau tidak suka dan kau tidak bahagia. Ayah selalu mementingkan kebahagiaanmu. Dulu ayah selalu berharap kau akan tumbuh besar dan patuh terhadap ayah. Harapan ayah hanya kau, tapi nyatanya sekarang tidak.” Ujar ayah lirih.

Kulihat kesungguhan ayah, aku memang mengecewakannya.

“ayah, maafkan aku.” Ucapku sambil menangis lalu memeluknya.

“ayah selalu memaafkanmu sebelum kau minta maaf.” Kata ayah.

“aku akan menuruti keinginan ayah, aku akan berbakti dan melakukan apa yang ayah mau. Aku menyesal ayah.” Ujarku yang masi terisak dipelukan ayah.

Ayah perlahan melepas pelukanku.

“bukan maksud ayah memaksamu, namun ayah hanya ingin yang terbaik bagi anak ayah yang paling ayah sayang.” Ujar ayah.

“iya aku sudah sadar, tapi ayah bolehkah  untuk terakhir ini aku pergi bersamanya menghabiskan seharian dengannya untuk hari ini saja?” tanya callysta.

“pergilah, katakan perlahan padanya.” Jawab ayah.

“iya ayah. Aku pergi dulu.” Ucapku sambil mencium punggung tangan ayah.

****

Aku berjalan sampai ke taman biasa kami bertemu, aku terlambat setengah jam. Aku lihat dari kejauhan dia sedang menunggu, air mataku lagi-lagi menetes. Aku tidak sanggup Tuhan, beri aku kekuatan mengatakan ini.

Aku langsung berjalan mendapatinya, dengan senyuman yang manis dia menyambutku.

“kau sudah datang? Eh ko matamu bengap?” tanya dicky.

“ah, emmm ada sedikit masalah. Oh ya maaf aku terlambat.” Jawabku.

“tidak apa-apa, selama ini kan aku yang selalu terlambat jadi tidak masalah.” Ujar dicky.

“iya.” ucapku sambil menahan air mata.

Ini yang terakhir aku bertemu denganmu, mengakhiri masa-masa indah yang begitu menyakitkan untuk diakhiri.

“ayo kita pergi melihat rumah kita.” Ajak dicky.

Aku hanya mengangguk kecil.

Kami pergi dari taman itu, tidak memakan waktu yang lama kami sampai di depan rumah yang dicky beli untuk kami.

“ini dia rumahnya sayang, jelek ya? Yah nanti kalau ada rezeki aku bangun jadi tingkat deh.” Ujar dicky senang.

“tidak jelek ko, aku suka, besarnya pun pas cat dan model rumahnya aku suka.” Kataku memuji.

“syukurlah kalau kau suka, emm disinilah nanti kita akan menghabisi masa tua kita bersama anak-anak kita. Ah rasanya tidak sabar untuk meminang kau.” Ujar dicky.

“dicky?” ucapku.

“iya?” ucap dicky.

“keyakinan kita berbeda bagaimana bisa kita menikah?” tanyaku pelan.

“bukankah banyak orang yang menikah berbeda agama? Aku yakin kita bisa bahagia walau kita tidak satu keyakinan.” Jawab dicky.

Air mataku keluar lagi, aku cepat-cepat menghapus air mata ini sebelum ia meilhatnya.

“apa kau yakin takdir memihak kita? Apa kau yakin kita bisa bersama selamanya?” tanyaku lagi.

“tentu saja, aku sangat yakin. Kenapa sih kau bertanya seperti itu? Apa kau tidak yakin denganku?” dicky balik bertanya.

“ah, emm tidak tapi sepertinya…” aku berhenti berbicara, aku tidak sanggup mengatakan apa yang harus kukatakan.

“sepertinya apa? Ko berhenti bicaranya?” tanya dicky.

“sepertinya rumah ini tidak akan bisa kita tempati bersama.” Jawabku.

“maksudmu?” tanya dicky.

“aku sangat minta maaf sebelumnya, namun takdir tidak bisa menyatukan kita. Tuhan tidak berkehendak kita bersama, dengan sangat terluka aku harus mengakhiri ini semua.” Jawabku dan sekarang air mataku sudah tidak bisa ku tahan lagi.

“kau berkata apa? Kau sedang bercanda kan? Hah bercandaanmu hampir membuatku jantungan.” Ujar dicky sambil tertawa terpaksa.

“aku tidak bercanda, aku serius bahkan sangat serius.” Ucapku.

“maksudmu apa? Apa salahku sampai kau tega mengakhiri ini semua? Kau tau kan hanya kau harapanku saat ini. Tidak yang lain callysta. Jangan buat aku kecewa, karna aku sudah melakukan semua demi kebahagiaan kita.” Ujar dicky lirih.

“aku terpaksa melakukan ini.” Ucapku terisak.

“apa alasanmu sampai tega seperti ini? Bukankah kau mengatakan kau juga sangat mencintaiku? Kenapa kau mengakhiri ini saat aku benar-benar membutuhkanmu? ” Tanya dicky.

“IMAN KITA YANG BERBEDA itu alasannya. Aku tidak pernah berbong kalau aku memang mencintaimu, kau pikir aku mau mengakhiri ini? Kau pikir hatiku tidak sesak dan perih? Aku sudah memikirkan ini matang.” Jawabku

“hanya karna perbedaan agama kita? Kau memberikan alasan yang tidak masuk akal! Kalau kita saling mencintai pasti kita bisa bersama dan menjalani agama masing-masing.” Ujar dicky.

“untukmu itu tidak masuk akal, namun bagiku itu menjadi penghalang yang sangat besar. Kau bisa mengambil keputusan karna kau hanya terpaku pada pemikiranmu sendiri. Sedangkan aku, aku masi mempunyai ayah yang sangat kusayang. Aku tidak bisa menjalankan ini tanpa restunya.” Ujarku.

“kau yang bilang mencintaiku, kita bersama dengan cinta kita. Apapun keadaannya.” Kata dicky.

“tidak, aku tidak pernah bilang akan bersama denganmu kelak nanti. Aku tidak mau mengecewakan ayahku.” Jawabku.

“hah? Kau jahat! Kau hanya memikirkan dirimu saja. Bagaimana aku? Kau sudah membuatku terlalu dalam karna cinta ini!” ujar dicky keras.

“cari yang lebih baik, aku pun sudah mendapatkan yang satu iman denganku. Kau pun bisa. Terimakasih atas semuanya, dan semoga kau bahagia bersama istrimu kelak di rumah ini, rumah yang sudah kau beli.” Ujarku. Aku menahan air mataku, agar dia bisa lebih mudah melepasku.

“mana mungkin bisa!” ucap dicky.

“pasti bisa. Aku harus pulang.” Ujarku lalu beranjak pergi.

Baru sekali langkah, aku membalikkan badanku dan mendekat ke arahnya yang masi terdiam.
Cup..
Aku cium pipinya singkat, masi kurasakan pipinya basah karna menangis.

“untuk perpisahan. Aku pergi.” Ucapku lalu aku berjalan pergi.

Aku seperti seakan tidak apa-apa dihadapannya, aku lakukan untuk kebaikan bersama dicky.

****

DICKY POV

Badanku terjatuh lemah, rasanya sakit dan menyedihkan. Setelah kukira dialah wanita terakhir di hidupku, namun ternyata hilang sekejap saja. Rasanya sudah tidak berguna dan percuma semua kerja kerasku!

“percuma dan tiada arti! Untuk apa semua ini aku beli jika tidak untuk bahagia bersamamu callysta! Hancur semua mimpi indah yang sudah kurajut, entah bagaimana kehidupanku selanjutnya. Aku berharap kau lah selamanya untukku, namun semua terasa pahit dan menyakitkan!” aku hanya bisa berteriak, semuanya terasa menyakitkan. Menangis, marah apapun tidak akan bisa mengembalikanmu untuk bersamaku lagi.

****

AUTHOR POV

Sesampainya di rumah, callysta mendapatkan mobil yang sudah terpakir di depan rumahnya.

“mobil siapa ini? Ah paling rekan ayah.” Ucap callysta sendiri sambil melangkahkan kakinya ke dalam rumah.

Sesampainya di ruang tamu callysta mendapatkan ayah dan seorang laki-laki separuh baya dan satu lagi laki-laki tampan yang sepertinya masi seumuran callysta.

“anak ayah sudah pulang?” tanya frans.

“sudah yah. Aku masuk ke kamar dulu.” Jawab callysta.

“hush. Tidak sopan, baru datang malah begitu. Duduk sini!” perintah frans.

“iya yah.” Jawab callysta.

Callysta memandangi ke arah laki-laki muda itu, ia merasa risih diperhatikan terlalu berlebihan sejak ia datang.

“ini anak saya pak Simon, yang kemarin-kemarin saya ceritakan.” Kata frans kepada temannya.

“lebih cantik dari foto yang bapak perlihatkan kemarin.” Jawab Simon.

“ayah, aku rasa aku harus mandi. Badanku terasa lengket.” Ujar callysta.

“sesudah mandi, kembali lagi kesini.” Ucap frans.

“ya.” Ucap callysta.

“eits, pakai dress yang cantik. Kita akan makan malam di luar. Cepat-cepat!” bisik frans sambil mengedipkan matanya.

“ada apa sih?” tanya callysta tak mengerti.

“sudah sana turuti saja.” Jawab frans.

Mau tidak mau callysta menuruti ayahnya, entah apa maksudnya.

Selesai mandi callysta memilih dress yang terlihat simple tapi elegant.

“ini saja. Lagian ayah aneh-aneh saja.” Gumam callysta.

Digunakannya dress tepat seatas lututnya, dress cantik berwarna hitam dengan bagian atas terbuka namun sebatas wajarnya. Diambilnya high heels berwarna hitam juga agar terlihat serasi.
Semuanya sudah siap, callysta memang paling pintar tentang penampilan.

“callysta agak cepat sedikit!” teriak frans dari bawah.

“iya ayah, ini juga aku sudah turun.” Jawab callysta sambil menuruni anak tangga.

Callysta menghampiri ayahnya yang di ruang tamu.

“ayo yah, katanya mau pergi.” Ucap callysta.

“yasudah, ayo pak Simon, nak dennis.” Ucap frans.

Callysta diam sejenak mendengar nama “dennis”, oh dia yang akan di jodohkan denganku? Batin callysta.

“ayo dong ko malah diem anak ayah?” tanya frans yang balik lagi ke arah callysta.

“ayah, dia yang akan di jodohkan denganku?” callysta balik bertanya.

“iya.” ucap frans sambil menarik lembut anaknya keluar.

****

Sesampainya di sebuah restoran yang cukup terkenal di daerah Jakarta. Mereka langsung duduk di bangku yang sudah di pesan sebelumnya.

“kalian duduk saja disini. Ayah dan ayah dennis akan meminum kopi di café sebelah. Kami mau membicarakan sesuatu.” Ujar frans.

“kenapa tidak disini?” tanya callysta.

“sudahlah, nikmati saja.” Jawab frans kemudian pergi dengan simon.

DENNIS POV

“kau terlihat cantik, aku suka dengan caramu bergaya.” Kataku membuka pembicaraan.

“terimakasih.” Ucapnya acuh.

“kau mau pesan apa?” tanyaku sambil membuka buku menu.

“steak dan es jeruk saja.” Jawabnya.

“emmm, aku sama dengannya.” Ucapku kepada pelayan itu.

“baik tunggu sebentar ya.” Ucap pelayan itu ramah kemudian pergi.

“kau yang akan menjadi istriku kelak.” Kataku.

“ya aku tau.” Jawab callysta.

Aku hanya mengangguk kecil, aku tau dia melakukan ini dengan terpaksa. Aku sudah mendengar semua dari ayahnya, namun karna aku sudah jatuh cinta pada pandangan pertama, aku akan berjuang menaklukan hatinya bagaimanapun caranya.

Aku mencoba meraih tangannya  dan memegangnya lembut.

“aku tau kau melakukan ini dengan terpaksa, namun kau harus yakin bahwa aku akan membahagiakanmu. Aku akan berusaha membuatmu juga mencintaiku.” Ujarku.

Tiba-tiba ia melepas genggaman tanganku, dan pandangannya tidak ke arahku, ia seperti melihat sesuatu yang menakutkan. Dan tiba-tiba juga seorang laki-laki sudah ada di sisi kiri meja kami.

AUTHOR POV

“dicky?” ucap callysta terkejut.

Dicky menatap callysta dengan penuh ke kecewaan. Matanya panas menahan air mata. Hatinya hancur melihat wanita yang sangat ia cintai bersama laki-laki lain.

“kau sedang apa disini?” tanya callysta lagi.

“aku yang harusnya bertanya padamu, dia siapa?” tanya dicky sambil menunjuk dennis dengan kepalanya.

“dia? Emmm… emmm dia…” perkataan callysta terpotong.

“aku calon suaminya.” Lanjut dennis santai.

“calon suami? Kau bodoh atau apa? Dia ini pacarku. Kami akan menikah!” teriak dicky, orang-orang yang di restoran melihat ke arah mereka semua.

“kita bicara di luar dicky. Dennis kau tunggu sebentar! Aku akan kembali.” Ujar callysta sambil menyeret dicky keluar.

Mereka sekarang berada di luar restoran, tidak terlalu jauh namun disitu cukup sepi.

“jangan buat kericuhan di dalam!” tegas callysta.

“kenapa? Aku hanya menegaskan kau milikku. Apa itu salah?” tanya dicky.

“tentu salah. Aku bukan milikmu lagi, bukankah tadi siang sudah aku katakan? Dia calon suamiku, ya dennis yang akan menjadi suamiku. Jadi tolong kau lupakan aku!” ujar callysta lantang. Dengan sekuatnya dia menahan air matanya agar tidak terjatuh.

“apa cinta ini salah? Bukankah Tuhan yang mempertemukan kita? Dan Tuhan juga akan mempersatukan kita kan? Untuk apa kau pergi dengan yang lain? Yang jelas-jelas tidak kau cintai. Jangan bohongi perasaanmu dan kembalilah padaku.’ Ujar dicky.

“aku malas untuk menjelaskannya lagi. Aku harus masuk ke dalam. Dennis sudah menungguku.” Ujar callysta lalu beranjak pergi cepat.

Dicky langsung menangkapnya dan memeluk callysta dari belakang.

“aku tidak akan biarkan kau pergi dengan siapapun!” kata dicky.

“tolong jangan pergi, aku tidak sanggup hidup tanpa cintamu. Aku hanya mencintaimu callysta. Aku kuat menjalani ini karna kau sebagai penyemangatku. Aku terlalu tergantung padamu, bagaimana bisa aku hidup tanpa cintamu? Tetaplah bersamaku. Aku mohon. Jika kau memintaku berlutut, aku akan berlutut, apapun yang kau minta akan kuberikan asal kau jangan pergi. Aku rapuh tanpamu.” Ujar dicky. Dan air matanya kini sudah pecah, air matanya jatuh deras.

“aku mau, kau pergi dan meninggalkan semua kenangan kita. Kau belum mencobanya! Banyak wanita di luar sana yang lebih baik darimu. Kau cukup simpan aku di hatimu. Cinta tidak harus memiliki kan? Pergilah mencari yang terbaik.” Ujar callysta sambil melepas erat pelukan dicky.

“tidak ada yang lebih baik darimu! Tidak akan pernah. Tolong jangan pergi callysta.” Kata dicky.

“tidak, kau pasti akan mendapatkan yang terbaik bahkan jauh lebih baik dariku. Simpan aku di hatimu, dan aku pun akan menyimpanmu selamanya di hatiku.” Ujar callysta kemudian pergi.

Dicky tidak bisa menahan callysta lagi, ia jatuh lemas air matanya deras sederas-derasnya. Hatinya sesak, dan  hancur.

“callysta jangan pergi! Aku tidak tau harus bagaimana tanpamu, dan memulai hidupku yang sudah terbiasa karna kehadiranmu.” Ujar dicky lirih.

CALLYSTA POV

Aku berlari masuk ke dalam, aku hapus air mataku agar tidak terlihat aku menangis.

Di dalam aku sudah dapati, dennis, ayah, dan om simon.

“maaf aku lama.” Ucapku.

“kenapa begitu lama di kamar mandi sayang?” tanya ayah.

Kamar mandi? Maksudnya apa?
Aku melihat ke arah dennis, dia mengedipkan matanya. Aku baru mengerti ini pasti dia yang mengatakannya.

“entahlah, perutku tiba-tiba sakit.” Jawabku bersandiwara.

“yasudah ayo kita pulang.” Ucap dennis.

****

AUTHOR POV

Semakin lama callysta menjadi terbiasa bersama dennis. Dennis baik dan penyabar, tidak suka memaksa kehendaknya. Lebih suka menuruti apa ya di katakan callysta. Mungkin dia terlalu cinta dengan callysta yang sudah bersamanya selama 1 bulan lebih.

“3 hari lagi kita akan menikah. Aku tidak sabar untuk bersamamu.” Ujar dennis.

Callysta hanya tersenyum, di dalam hatinya masi terukir jelas nama dicky.

“aku bisa membayangkan kau dengan gaun yang cantik. Ah kau pasti akan menjadi wanita paling cantik sejagad raya.” Ujar dennis.

“kau juga pasti akan tampan nanti.” Ucap callysta.

“tentulah, calon suami siapa dulu? Haha.” Kata dennis.

“iya iya. pulanglah sana! Ini sudah malam, aku ingin tidur.” Ucap callysta.

“huh, padahal aku masi sangat merindukanmu. Yasudahlah aku pulang. Sepertinya ayah martua sudah tidur. Salam dengannya saja ya.” Ujar dennis manis.

“okay.” Ucap callysta.

Dennis mencium kening dan pipi callysta singkat dan kemudian pergi.

Setelah dennis pergi, callysta masuk ke kamarnya.

CALLYSTA POV

Kau sedang apa disana ya? Apa kau sudah menemukan wanita lain? Aku harap memang seperti itu.
3 hari lagi aku akan menikah, memulai hidup baru tanpamu. Semua kenangan harus terkubur. Masi sulit melupakanmu dicky. Dennis sangat baik dan mengertiku, tapi entah aku belum juga bisa jatuh cinta padanya. Di hatiku masi terukir namamu, di benakku masi jelas sketsa wajahmu. Tuhan aku harap aku bisa melupainya dan bahagia bersama dennis.

****

Hari sudah tiba dimana pernikahanku bersama dennis akan di gelar.

“hari ini akan menjadi hari yang terindah bagiku.” Kata dennis.

Aku hanya tersenyum simpul.

“setengah jam lagi akan mulai. Aku ingin cepat-cepat di nikahkan denganmu.” Rengeknya manja.

“heh, kau sudah dewasa jangan seperti anak kecil seperti itu!” kataku.

“hehehe.” Dia tertawa menyengir.

****

DICKY POV

Mendengar ia menikah dan tidak memberi tau ku sama sekali, rasanya sangat menyakitkan Tuhan.
Tapi aku akan tetap datang setidaknya untuk memberi selamat kepada mereka. Walaupun menyakitkan aku hanya ingin dia bahagia. Aku memang bukan laki-laki yang tepat untuk bersama dengannya.

“aku akan pergi, dan membawa hadiah ini untukmu. Aku yakin kau akan sangat cantik disana.” Ujarku.

Aku pergi tapi tidak dengan motorku, karna rusak. Aku memilih untuk naik mikrolet.

Aku hentikan mikrolet itu, dan aku langsung naik.

“semoga hadiah ini kau sukai, dan berguna nanti.”

****

Aku turun dari mikrolet itu. Di sebrang sana terdapat sebuah gedung yang mewah. Aku sangat kagum melihat gedung cantik itu.

“coba kau menikah denganku, boro-boro di gedung semewah ini. Laki-laki itu memang sangat tepat untukmu.” Ujarku tegar.

Aku menyebrang, dan rasanya tidak sabar melihat mereka.

Dan saat aku lihat ke samping, mobil kencang datang menghampiriku.

BUKKKK!

“mas, mas gapapa?” tanya orang-orang yang mengerumuniku.

Dengan buyar-buyar aku melihat mereka.

“ayo mas diantar ke rumah sakit saja. Kepala mas berdarah sangat banyak, saya takut mas kehabisan darah dan terjadi yang tidak-tidak.”

“to-tolong antarkan aku ke gedung itu, aku ingin bertemu dengan seseorang. Sungguh aku mohon.” Kataku lemas.

“baiklah, biarkan aku yang mengantarkannya.” Kata seorang laki-laki separuh baya.

Dengan sekuat tenaga bapak itu memopohku, rasanya badanku ingin ambruk. Jantungku berdetak sangat lemah.
Tuhan tolong kuatkan aku untuk bertemu dengannya sebentar saja.

Sesampainya di gedung itu, penjaga langsung menghalangi kami.

“maaf anda tidak bisa masuk.” Ucap penjaga itu.

“hanya sebentar, berikan waktu sebentar untuk laki-laki ini. Anda mau melihat dia terlalu lama disini? Dia harus dibawa ke rumah sakit secepatnya. Dia harus bertemu dengan seseorang di dalam. Aku yang menjaminnya bila dia membuat kericuhan.” Ujar bapak itu.

“baiklah, tapi jangan sampai terjadi apapun.” Ucap penjaga itu.

“baik.”

Aku berterimakasih sekali pada bapak ini, tapi aku tidak punya tenaga lagi untuk mengatakan padanya.

Saat kami masuk semua menatap kami, dan callysta melihat ke arahku. Dia sangat cantik dibalut gaun putih itu. Aku memaksakan senyumku.

“dicky?” ucapnya kemudian meninggalkan altar dan menghampiriku.

Aku tersenyum melihatnya, aku kumpulkan tenagaku untuk mengatakan sesuatu padanya.

“i-ini hadiah untukmu. Semoga kau bahagia dan aku mencin..” belum selesai aku berbicara, mataku sudah tertutup untuk selamanya.

CALLYSTA POV

“dicky bangun! Tolong jangan tinggalkan aku.” Aku hanya bisa terisak.

“ayo antar dia ke rumah sakit.” Ucapku.

“dia sudah meninggal.” Ucap dennis.

“meninggal? Kau katakan dia meninggal? Jangan mengada-mengada!” teriakku.

“dia memang sudah meninggal. Tadi dia tertabrak saat ingin menyebrang kesini.” Ujar bapak yang mengantar dicky.

“tidak mungkin.” Ucapku menangis semakin menjadi.

Dennis memelukku dan menenangkanku.

****

Selesai dari pemakaman dicky, aku pulang dengan keterlukaan yang mendalam.

Aku mulai membuka kotak hadiah yang diberikan dicky, dalamnya ada sebuah topi anak kecil berwarna hijau. Warna kesukaanku, tapi entah apa maksud dari topi ini. Aku juga menemukan secarik surat.

To : Callysta sayang.

Selamat ya atas pernikahanmu, waw kau pasti sangat bahagia. Maaf aku datang padahal tidak di undang. Aku hanya ingin menyaksikan kebahagiaanmu saja, tidak lebih ko.
Emm kau pasti bingung kenapa aku membeli topi anak kecil? Topi ini untuk anakmu kelak, aku belikan sesuai warna kesukaanmu. Pakaikan nanti ya kalau anakmu sudah lahir kelak. Katakan ini topi dari laki-laki yang sangat tampan. Haha.
Sekarang kau sudah bahagia bersama orang lain. Aku belum juga bisa menemukan yang lebih baik darimu, ya kau terlalu manis untuk dilupakan. Kenangan kita yang indah yang tidak bisa pernah kulupakan. Andai saja keyakinan kita tidak berbeda, mungkin saat ini aku lah yang menjadi laki-laki bahagia di sampingmu. Namun IMAN KITA YANG BERBEDA menjadi badai penghadang.
Semoga kau bahagia untuk selamanya, aku akan memulai semua walaupun sangat sulit dan menyakitkan.
Mungkin sekian dari suratku. Kau harus tau ya aku akan selalu menyimpanmu di hatiku SELAMANYA.

DICKY.

Apa yang harus aku lakukan untuk membuatmu kembali? Aku bahagia kau pikir? Kau salah besar dicky, secara perlahan ini semua membuat hatiku hancur dan terluka.
Tuhan apa yang harus aku lakukan untuk menebus kesalahanku? Aku membenci diriku sendiri. Aku membuatnya meninggalkanku selamanya.
Aku hanya berharap suatu saat nanti, aku menemukannya bahagia. Aku harap kau tenang selamanya di sisi Tuhan.


Peri cintaku

Di dalam hati ini hanya satu nama
Yang ada di tulus hatiku ingini
Kesetiaan yang indah takkan tertandingi
Hanyalah dirimu satu peri cintaku

Benteng begitu tinggi dulit untuk kugapai

Aku untuk kamu, Kamu untuk aku
Namun semua apa mungkin iman kita yang berbeda
Tuhan memang satu, kita yang tak sama
Haruskah aku lantas pergi
Meski cinta takkan bisa pergi

Bukankah cinta anugrah berikan aku kesempatan
Tuk menjaganya sepenuh jiwa.

-End-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar