Rabu, 17 April 2013

"Bunga Terakhir"



" Aku mau kau menjadi kekasihku. Bersediakah engkau?" lelaki itu mencoba meruntuhkan pertahanan cintaku dan dia mencoba untuk mencairkan hatiku yang beku dengan membawa setangkai bunga.
Kini kaki ku hanya terpaku di benda mati yang mereka sebut dengan lantai, aku sudah tidak dapat berkata apa-apa lagi dan saat itu hanya air mata yang bisa menjelaskan semua perasaanku.

***

Kejadian 4 tahun yang lalu masih teringat jelas dipikiranku. Entah mengapa sejak kejadian itu aku lebih menutup pintu hatiku dan menolak semua lelaki yang mendekatiku. Dan sejak saat itu pula aku mulai takut dengan benda yang menurut semua wanita itu adalah benda yang indah tapi tidak bagiku karena menurutku benda itu sangat menakutkan apalagi kalau bukan 'Bunga' .
Jika seseorang membawakanku bunga dengan sigap aku pasti akan memarahinya, tidak peduli siapa dia pasti hal itu akan kulakukan. Dan sejak saat itu semua orang menganggapku wanita aneh.

" Valen...." seseorang kini tengah memanggilku.

" Iya ada apa ,Cha?" dengan cepat aku menjawabnya dan dia adalah sahabatku. Dia bernama Echa yang mengetahui semua tentang ku dan masalaluku.

" Ini ada surat dari Morgan." dia memberiku secarik surat dengan amlop berwarna biru dan bernuansakan laut.

'' Terima kasih." ucapku dan mengambil surat itu dari tangannya.

'Valen' begitulah orang memanggilku, dan lebih lengkapnya adalah 'Valentsya Febri Santika'. Aku adalah anak kedua dari dua bersaudara. Aku mempunyai kakak sebut saja namanya 'Rafael Landry', tapi sayang kini dia sudah tenang di alam lain.

" Iya sama-sama." Echa pun segera beranjak pergi dari hadapanku.
Perlahan-lahan aku mulai membaca surat pemberian Morgan yang memang ditujukan kepadaku.


To: Valen

Valen...
Jika tidak keberatan temui aku jam 19.00 ditaman dekat rumahmu
Aku ingin membicarakan sesuatu
Maaf jika aku hanya berani berbicara lewat surat ini
Tapi nanti pasti akan ku bicarakan secara langsung


From: Morgan


Setelah membaca surat dari Morgan, kini hatiku mulai menerka-nerka apa yang ingin dibicarakannya. Apa mungkin dia masih mengharapkanku?

***

Jam dinding menunjukkan tepat pukul 19.00 dengan langkah berat aku berjalan gontai menuju tempat dimana aku akan bertemu dengan Morgan sosok yang selama ini mencoba untuk membuka pintu hatiku, walaupun sering sekali aku menolaknya.
Kulihat lelaki itu memakai baju dengan rapi dan sudah duduk di sebuah bangku yang memang tadi sudah dijanjikan. Dia terlihat amat tampan dengan wajah yang terlihat sayu, mungkin dia sedang memikirkan penolakan apa lagi yang akan ku buat. Di tengah indahnya malam ini dimana bulan hanya berkeping tiga puluh derajad dan ditemani beberapa bintang, aku pun segera duduk disebelahnya tanpa suara.

" Kamu datang juga akhirnya, apa ini awal yang indah untukku?" kata-katanya sungguh menusuk ke hatiku, tujuanku kesini adalah untuk menolaknya lagi. Namun sebelum sempat aku berkata ternyata dia sudah mengharapkanku dan menyimpulkan sesuatu tentangku.

" Morgan, aku tidak tahu apa yang harus aku perbuat. Menolakmu itu sudah pernah aku lakukan, tapi mengapa hatimu masih kokoh untuk mendapatkan cintaku?" Morgan hanya melihatku miris dan mungkin dia sudah tahu apa jawabanku untuk malam ini.

" Walaupun penolakan demi penolakan kau lakukan itu tidak akan membuat cintaku berhenti, justru itu yang membuatku semakin kokoh untuk mendapatkanmu. Karena sungguh aku cinta padamu." ucapnya seraya tersenyum miris dan menatap lekat bola mataku.
Kini aku hanya bisa menatap matanya lebih dalam, disitu aku melihat cinta yang tulus. Setelah aku melihatnya lebih lekat disitu juga aku menemukan sebuah ketenangan dan kenyamanan. Apakah mungkin aku sudah bisa membuka hatiku untuknya?

" Hei... kenapa kamu ngelamun? kalau kamu memang belum siap menerima cintaku tidak apalah yang pasti aku akan tetap menunggumu." aku hanya bisa melemparkan senyum kepada Morgan, karena aku tidak tahu apa yang harus kukatakan. Lelaki ini terlalu baik untukku dia rela menunggu hanya untuk kepastian yang tak pasti.

30 menit kita terdiam hanya sesekali aku meliriknya, dan beberapa kali kupergoki dia sedang memperhatikanku. Keheningan ini sangat membuatku tidak nyaman dan aku hanya berpikir bagaimana caranya untuk aku bisa mengungkapkan semuanya perasaanku yang mungkin bisa dibilang aku menyukainya dan mungkin juga mencintainya.
Tanpa kusangka akhirnya dia berlutut kepadaku dan menyanyikan sebuah lagu.

Tiga puluh menit kita disini tanpa suara
Dan aku resah harus menunggu lama kata darimu
Mungkin butuh khusus merangkai kata
Isi di hati
Dan aku benci harus jujur padamu
Tentang semua ini

Jam dindingpun tertawa karena ku hanya diam
Dan membisu
Ingin kumaki diriku sendiri
Yang tek berkutik di depanmu

Ada yang lain di senyummu
Yang membuat lidahku keluh tak bergerak
Ada pelangi dibola matamu
Yang memaksa diri tuk bilang aku sayang padamu

Lagu tersebut berhasil membuat cairan bening kini mengalir dipipiku membentuk sungai kecil. Dengan tangan halusnya Morgan menghapus air mataku dan kini dia kembali bertanya padaku apakah aku mau menjadi kekasihnya? Dan akupun cuma bisa mengangguk lemah.

***

Hari-hari ku lebih berwarna kini karena sosok Morgan yang telah mampu merubah segalanya.

" Cie.. Valen baru jadian ya sama Morgan." Echa yang baru datang sudah membuatku tersenyum malu karena pertanyaannya.

" Kok tau sih? sejak kapan jadi wartawan yang selalu cari berita tentang aku?" candaku.

" Tau lah... aku bukan wartawan tapi teman curhatnya Morgan dan dia cerita sama aku kalau dia sudah jadian sama kamu. Selamat ya..." jelas Echa kini membuat aku bingung, sejak kapan Echa dan Morgan dekat? ah biarlah yang penting aku sudah memiliki Morgan.

***

Dengan cepat aku melajukan mobilku menuju sebuah Rumah Sakit, karena aku harus rutin memeriksakan kesehatanku yang memang aku terlahir dengan penyakit bernama 'Leukimia'.

" Tuan Morgan." suster itu memanggil namaku dan menyuruhku untuk masuk ke ruangan dokter.
Setelah melalui beberapa proses aku kini tinggal menunggu hasil dari dokter.

" Morgan. Ini sebenarnya berat buat saya harus mengatakannya, karena anda tidak mempunyai saudara sekandung maka usaha kita selama ini sia-sia. Kemotrapi yang anda lakukan tidak berhasil membunuh sel kankernya, dan jalan satu-satunya adalah operasi cangkok tulang belakang. Tapi hal itu sangat mustahil karena tulang belakang yang bagus adalah tulang dari saudara sekandung. Jadi maaf usaha kita selama ini hasilnya sia-sia. Maafkan saya." seperti tersambar petir disiang bolong kini jati diriku sebagai lelaki terasa seperti hilang karena sekarang aku benar-benar lemah dan tak kusangka air matakupun mengalir.
Apakah ini akhir untuk hidupku? tapi jika ini kehendak Tuhan maka akan kujalani dengan sekuatku.

" Terima kasih dok." dengan segera akupun pergi meninggalkan rumah sakit dan mulai merencanakan apa hal yang paling diinginkannya.


***

1 tahun lebih 8 bulan.
Kini tepat dimana malam yang indah itu pernah terjadi. Aku dan Morgan sudah berjanji untuk bertemu di taman dekat rumahku. Taman dimana Morgan telah meluluhkan hatiku dengan alunan lagu yang berjudul 'Pelangi di Matamu' dan disitu juga aku mulai menemukan kehidupan baruku dengan seribu warna yang diberikan olehnya.
Aku berdandan secantik mungkin agar Morgan senang dan membuat hubungan kami lebih lancar karena sebentar lagi Morgan akan melamarku. Bak seorang putri yang menemukan pangerannya aku sangat senang dan tidak ingin mengecewakannya.

***

" Aduh pusing." kupegang kepalaku karena memang sungguh sakit dan kini hidungku sudah mengeluarkan cairan berwarna merah yang tak lain adalah darah. Dengan segera aku mencari tissue dan menghapusnya. Ya begitulah semakin hari semakin parah penyakitku, aku merasa sepertinya malam ini malam terakhir untukku. Entah benar atau salah aku tidak tahu.

***
Kami bertemu jam 19.00 tepat dimana kejadian itu terjadi.

" Kamu cantik sekali malam ini." pujinya membuatku tersipu malu.

" Kamu juga ganteng." kini dia hanya menggandeng tanganku menuju bukit dekat taman itu dan setelah sampai Morgan langsung berbaring di rumput itu. Saat hendak berbicara mulutku ditutup oleh Morgan. Aku tahu apa maksudnya aku disuruh diam karena sepertinya dia ingin menikmati malam ini dengan ditemani bulan sabit dan bintang-bintang bertaburan disana.

" Malam ini indah sekali untukku. Mungkin besok aku tidak akan bisa menikmatinya." ucapnya kini membuatku tersentak.

" Apa maksud kamu berbicara seperti itu?" bidikku kepadanya dan bukan jawaban yang kuperoleh namun dia bangun, duduk disebelahku dan langsung dia mengecup bibirku tanpa bisa aku menolaknya.

" Ini untukmu."  setelah melepas kecupannya dia memberiku benda yang sangat aku benci dan sangat menakutkan bagiku dan sontak membuatku amat marah. Kenapa dia memberiku bunga?  Bukannya dia tahu kalau aku sangat membenci itu?

" Kenapa kamu memberiku bunga?" tanyaku penuh emosi.
Tak ada jawaban darinya dan dia hanya menahanku sambil bernyanyi.

Bunga terakhir....
Ku persembahkan kepada yang terindah.....
S'bagai satu tanda cinta untuknya......


Perasaanku kini sungguh hancur mendengar lagu yang dinyanyikan Morgan. Apa yang sebenarnya terjadi dengannya? Apakah dia akan meninggalkanku?
Kini sungguh aku benar-benar takut kehilangan sosok Morgan dan langsung aku memeluknya karena aku takut dia akan meninggalkanku.

" Morgan jangan tinggalkan aku ya?" dia hanya membalas pelukanku dan mengecup keningku lama sekali.
Malam itu aku sangat sedih karena sepertinya Morgan akan meninggalkanku tapi aku masih sempat menghabiskan waktu berdua dengannya.

***

Aku kini sedang bersiap-siap  memberi kejutan untuk Morgan, karena hari ini adalah ulang tahunnya. Bermodalkan kue kecil buatanku, dengan semangat menggebu-nggebu aku lajukan mobilku dengan cepat karena masih pagi dan lalu lintas tidak macet.
Saat sampai di depan rumahnya aku sangat tersentak karena sudah ada rangkaian bunga bertuliskan 'Turut Berduka Cita atas meninggalnya Handi Morgan Winata'. Tanpa ada perintah kini air mata sudah membanjiri kedua pipiku dan saat itu juga semua persendianku terasa kaku tidak dapat digerakkan, tulang terasa luluh. Aku tidak percaya dengan apa yang ada di depanku.
Akhirnya aku beranikan diri untuk turun dari mobilku dan masuk kedalam rumah mewah itu. Disana kulihat seseorang sudah terbaring tak bernyawa, kulitnya sangat pucat dan saat kusentuh pipinya sudah terasa dingin.
Aku ingin sekali terbangun dari mimpi ini, aku mencoba memukul tangan dan itu terasa sakit, ternyata aku tidak mimpi dan semuanya nyata. Kini ketakutanku semalam terjawabkan bahwa benar Morgan sudah meninggalkanku setelah memberiku benda yang bernama 'Bunga'.

'Bunga' adalah benda yang benar-benar membuat ku sengasara.

Kejadian 4 tahun yang lalu.............


" Aku mau kau menjadi kekasihku. Bersediakah engkau?" lelaki itu mencoba meruntuhkan pertahanan cintaku dan dia mencoba untuk mencairkan hatiku yang beku dengan membawa setangkai bunga.
Kini kaki ku hanya terpaku di benda mati yang mereka sebut dengan lantai, aku sudah tidak dapat berkata apa-apa lagi dan saat itu hanya air mata yang bisa menjelaskan semua perasaanku.

Itulah kata-kata yang aku ingat dia menyatakan cintanya dengan memberiku setangkai bunga. Setelah kejadian itu lelaki itu pun meninggalkan ku. Lelaki itu bernama Dicky Prasetya.

Setelahnya, sebelum kak Rafael Landry pergi ke Amerika dan meninggalkanku untuk selamanya karena pesawat yang ditumpanginya jatuh. Sebelum berangkat kak Rafa memberiku setangkai bunga teratai yang dia ambil dari kolam di taman itu.

Kini, setelah Morgan memberiku setangkai bunga mawar diapun meninggalkanku.

Entah mengapa aku kini semakin menyalahkan benda yang bernama 'Bunga' karenanya hidupku sengasara dan setelah orang-orang yang ku sayangi memberikannya pasti pergi meninggalkanku.
Sampai saat ini aku semakin membencinya karena dia sudah mengambil 3 orang yang sangat aku benci.

Dan kini hanya lagu yang berjudul 'Bunga Terakhir' yang menjadi teman sehari-hariku.









~~~~END~~~~


Tidak ada komentar:

Posting Komentar